Kamis, 02 April 2009

Kekuasaan dan Kewenangan dalam Pendidikan

Kekuasaan dan Kewenangan dalam Pendidikan


oleh : Opik Abdurrahman Taufik


Ada beberapa kasus menarik yang terjadi dalam dunia pendidikan kita Mulai dari, misalnya, ada mahasiswa yang selama satu semester menggembosi ban sepeda motor dosennya, sampai mahasiswa yang secara terang-terangan mengancam dosennya secara fisik maupun mental. Memang benar bahwa terdapat sedikit kasus terjadi karena didorong oleh faktor-faktor yang sangat subyektif. Namun dari pengamatan sepintas, kita dapat menyimpulkan, kebanyakan kasus semacam ini terjadi karena telah dikondisikan oleh beberapa faktor obyektif. Simptomnya memang sekadar "ketidak puasan" para mahasiswa terhadap praktek pendidikan yang dijalaninya -- bisa saja berupa keributan soal obyektivitas penilaian studi dan kelulusan, atau juga cara mengajar dsb--. Selama pendidikan hanya dipahami sebagai proses pengalihan pengetahuan, informasi dan nilai saja, maka kondisi ketidakpuasan tak akan pernah dimengerti. Sebab dalam pemahaman pendidikan demikain, yang ada hanyalah kepandian, kebebalan, kemalasan, atau daya ingat. Kesemuanya itu hanyalah salah satu bagian dari sisi psikologis suatu praktek pendidikan, yang tidak eksistensial selama dipisahkan dari asumsi fundamental yang mendasari praktek pendidikan. Dan justru ketidakpuasan hanya bisa dipahamai dari asumsi tersebut. Asumsinya adalah bahwa praktek pendidikan merupakan suatu praktek pergaulan, praktek dalam kenyataan sosialitas manusia yang memungkinkan bertemunya berbagai kepentingan individu. Oleh karenanya, penyelenggaraan hubungan kekuasaan dalam praktek pendidikan, tak bisa dihindari. Bahkan pada pemahaman tertentu, praktek pendidikan adalah praktek kekuasaan.

Dalam praktek pendidikan, hubungan kekuasaan diselenggarakan oleh dua instansi besar; yakni, meminjam terminologi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), peserta didik dan tenaga kependidikan. Hubungan kekuasaan tersebut berlangsung dalam sistem dan struktur lembaga pendidikan secara keseluruhan. Dengan demikian, ia berlangsung tidak saja di dalam kelas, namun juga di perpustakaan, laboratorium dan sebagainya. Idealnya, sifat hubungan kekusaan tersebut mempunyai kekhususan masing-masing untuk tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Hubungan kekuasaan antara peserta didik dan tenaga kependidikan yang dilangsungkan di sekolah dasar tentunya harus perbeda dengan di perguruan tinggi. Ini tentunya disesuaikan dengan perkembangan orang secara psikologis dan sosiologis. Namun yang terlihat sampai saat ini, perbedaan tersebut tidak terjadi. Dominasi kekuasaan guru atas muridnya di sekolah dasar ternyata juga terjadi di perguruan tinggi.

Begitu juga dengan wewenang yang biasanya merupakan berhubungan dengan kekuasaan. Wewenang adalah satu konsep penting di struktur organisasi sebab pengurus dan personalia lain harus diberi hak untuk menyelesaikan pekerjaan kemana mereka ditugaskan. Lagipula, wewenang dan tanggungjawab harus dihubungkan; tanggungjawab untuk pelaksanaan dari pekerjaan harus ditemani oleh wewenang untuk memenuhi pekerjaan.

Dalam makalah ini akan dibahas sekelumit tentang kekuasaan dan wewenang itu. Kemudian akan diuraikan juga hubungannya dengan pengaruh yang tidak bisa lepas dari kedua hal di atas. Lantas bagaimana hubungannya didunia pendidikan?

A. Pembahasan

1. Makna Kekuasaan

Kekuasaan biasanya merupakan gejala yang selalu ada dalam proses politik. Politik tanpa kekuasaan bagaikan agama tanpa moral karena begitu berkaitannya antara keduanya. Ada beberapa konsep yang berkaitan dengan kekuasaan yaitu :

1. Influence atau pengaruh, yaitu bagimana seseorang mampu mempengaruhi agar orang lain berubah secara sukarela

2. Persuasi yaitu cara meyakinkan orang dengan memberikan argumentasi

3. Manipulasi adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain namun yang dipengaurhi tidak menyadari

4. Coersion adalah ancaman atau paksaan agar orang lain sesuai dengan kehendak yang punya kekuasaan

5. Force yaitu tekanan fisik, seperti membatasi kebebasan. Ini biasanya dilengkapi dengan sejata, sehingga orang lain mengalami ketakutan.

Menurut Haryanto (2005) bahwa terdapat perbedaan Kekuasaan, kewenangan dan legitimasi, dimana kewenangan merupakan kekuasaann yang memiliki keabsahan dan legitimasi adalah ketika kekuasaan atau kewenangan tersebut diakui dan diterima oleh masyarakat.

Dalam interaksi antaraktor dalam organisasi, setiap aktor menggunakan kekuasaan dan pengaruh untuk dapat memenuhi tujuannya. Kekuasaan didefinisikan sebagai “peluang seorang aktor dalam interaksi sosialnya berada di posisi memenangkan keinginannya meski ada hambatan dari pihak lain”. Sebagai ilustrasi, ‘A’ mempunyai kekuasaan terhadap ‘B’, kalau ‘A’ dapat mempengaruhi atau memaksa ‘B’ untuk melakukan sesuatu yang diinginkan oleh ‘A’. Dengan kata lain, kekuasaan adalah suatu sumber daya yang merefleksikan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan keinginan orang pertama. Kekuasaan bukan merefleksikan tindakan tapi merefleksikan sumber kekuatan untuk mempengaruhi tindakan orang lain. Kekuasaan bersifat netral, apakah akan bersifat baik atau buruk tergantung dari motif yang menggunakannya. Ada baiknya kita renungkan ungkapan Baltasar Gracian berikut: “Satu-satunya keuntungan memiliki kekuasaan adalah bahwa Anda dapat melakukan lebih banyak kebaikan”.

Dari hal-hal di atas maka dapat diartikan bahwa kekuasaan adalah kemampuan menggunakan sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga menguntungkan dirinya, kelompoknya atau masyarakat secara umum. Unsur kekuasaan terdiri dari ; Tujuan, Cara, dan Hasil.

Oleh karena agar kekuasaan tidak disalahartikan maka perlu difahami makna kekuasaan, yaitu :

1. Kekuasaan adalah hubungan antara manusia

2. Pemegang kekuasaan punya kemampuan mempengaruhi orang lain

3. Pemegang kekuasaaan bisa individu, kelompok, organisasi atau pemerintah

4. Sasaran kekuasaan dapat individu, kelompok, organisasi atau pemerintah

5. Pihak yang mempunyai sumber kekuasaan belum tentu punya kekuasaan, bergantung pada kemampuannya untuk menggunakan sumber kekuasaan itu.

6. Penggunaan sumber kekuasaan dapat dengan paksaan, konsensus atau kombinasi dari keduanaya.

7. Kekuasaan bisa memiliki tujuan yang baik atau juga buruk

8. Berkaitan pula dengan distribusi kekuasaan

9. Kekuasaan digunakan untuk masyarakat umum

10. Sumber pengaruh digunakan mempengaruhi proses politik

Pandangan tradisional tentang kekuasaan juga meliputi kemampuan untuk mengendalikan agenda atau rencana aksi dalam sebuah situasi, mengendalikan isu dalam diskusi, dan pengambilan keputusan yang mungkin menimbulkan kontroversi (Bachrach & Baratz, 1969). Status dan kekuasaan seharusnya tidak dianggap sebagai sifat yang secara temurun diberikan pada seseorang pada posisi tertentu. Secara umum, lebih pantas menganggap status dan kekuasaan sebagai kondisi dimana anggota grup lainnya sepakat kepada seseorang yang diberikan posisi. Kemampuan untuk melatih kekuasaan akan meningkatkan status; status akan mengembangkan kemampuan untuk melatih kekuasaan.

Kemudian ada juga yang memaknai bahwa hakikat kekuasaan, dengan merujuk teks sastra dan kearifan lokal, adalah satu kepercayaan, kehormatan dan tanggung jawab (http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2007/5/15/o1.htm). Kekuasaan yang kharismatik dan agung akan hadir tatkala diperoleh secara terhormat, baik melalui musyawarah mufakat maupun lewat pemilu yang bersih, jujur dan adil. Kemudian secara bermakna digunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat dan kehormatan negara. Setelah kewajiban terlaksana, pejabat pemegang kekuasaan yang bekerja secara profesional layak memperoleh hak berdasar aturan, kepatutan dan kepantasan berpijak pada hukum, etika politik dan kondisi real negara.

Jadi kekuasaan bukan hanya paksaan atau kekerasan atau manipulasi tetapi bisa juga konsensus dan kerelaan. Kekuasaan harus dilihat dari dimensi yang saling melengkapinya, yaitu :

a. Potensial – aktual artinya sumber kekuasaan bila belum digunakan maka masih bersifat

potensial bila sudah digunakan berarti sudah aktual.

b. Positif – negatif maksudnya kekuasaan apakah untuk mencapai tujuan tertentu (positif) atau untuk mencegah pihak lain (negatif)

c. Konsensus – paksaan kekuasaan bisa berupa kesadaran dan persetujuan (konsensus) bisa juga dengan ketakutan (paksaan) seperti ketakuatan secara fisik, ekonomi dan psikologis

d. Jabatan – pribadi, kekuasaan di masyarakat modern adalah kekuasaan karena jabatan sedangkan, bila kekuasaan pribadi itu karena kualitas pribadi seseorang

e. Implisit – eksplisit kekuasaan bisa secara kasat mata dirasakan atau tidak dirasakan

f. Langsung – tidak langsung, maksudnya seberapa besar efektivitas kekuasaan.

Jadi kekuasaan biasanya berkaitan juga dengan ;

- Bagaimana dilaksanakan

- Bagaimana didistribusikan

- Mengapa ada yang punya kekuasaan lebih dari yang lain

Tipe-tipe Kekuasaan

Menurut French dan Raven (1959) yang dikutip Gibson (dalam Organisasi:1991) ada lima tipe kekuasaan, yaitu :

1. Reward power

Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan. Dalam deskripsi konkrit adalah ‘jika anda dapat menjamin atau memberi kepastian gaji atau jabatan saya meningkat, anda dapat menggunkan reward power anda kepada saya’. Pernyataan ini mengandung makna, bahwa seseorang dapat melalukan reward power karena ia mampu memberi kepuasan kepada orang lain.

2. Coercive power

Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan. Menurut David Lawless, jika tipe kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan akan membawa kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas dendam atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak adil, bahkan sangat mungkin bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

3. Referent power

Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.

4. Expert power

Kekuasaa yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diripada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang atasan akan dianggap memiliki expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert power.

5. Legitimate power

Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut.

Dari lima tipe kekuasaan di atas mana yang terbaik? Scott dan Mitchell menawarkan satu jawaban. Harus dingat bahwa kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan praktik-praktik seperti penggunaan rangsangan (insentif) atau paksaan (coercion) guna mengamankan tindakan menuju tujuan yang telah ditetapkan. Seharusnya orang-orang yang berada di pucuk pimpinan, mengupayakan untuk sedikit menggunakan insentif dan koersif. Sebab secara alamiah cara yang paling efisien dan ekonomis supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk melaksanakan pekerjaan adalah dengan cara mempersuasi mereka. Cara-cara koersif dan insentif ini selalu lebih mahal, dibanding jika karyawan secara spontas termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal dari kewenangan yang sah (legitimate authority).

Sumber kekuasaan

Cara memperoleh

Kedudukan

Meraih dukungan masyarakat

Kekerasan

Pewarisan

Pembelian

Kekayaan

Menguasai sumber-sumber ekonomi

Pewarisan

Pemberian

Kepercayaan

Kepercayaan yang ada di tengah masyarakat setempat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar